Oleh
Sigit Risat
Prabu Jayadewata menegang. Kegundahan menyergapnya. Memuncak. Sesekali
diliriknya Prabu Anom Walangsungsang, darah daginya sendiri, calon putra
mahkota yang telah dipersiapkan sejak jabang bayi. Sama sekali tak
pernah dibayangkan sebelumnya jika calon pewaris tahta Kerajaan
Pajajaran ini begitu kukuh pendiriannya sekalipun usianya masih muda.
Andai saja pendirian yang kukuh itu sejalan dengan pikirannya, lelaki
gagah perkasa bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata Mahaprabu Sri Baduga
tentu akan senang. Sangat senang. Bangga. Bangga sekali. Keteguhan dan
ketegasan yang selama ini mengalir di merah darahnya juga telah terlihat
nyata mengalir pada putarnya itu. Tapi ini lain. Sesuatu yang sama
sekali tak pernah terlintas di benaknya.
Prabu Anom Walngsungsang adalah buah perkawinannya dengan Ratu
Subanglarang, putri Ki Gedeng Tapa. Ketika memutuskan menikah dengan
Ratu Subanglarang, Sri Maharaja Prabu Siliwangi – penganut ajaran Jati
Sunda – sadar betul bahwa putri Ki Gedeng Tapa itu seorang santri,
muslimah yang baik. Perbedaan keyakinan itu sama sekali tidak membuatnya
khawatir. Tapi kini, ketika Walangsungsang, putra mahkota yang telah ia
persiapkan untuk memegang tampuk kekuasaan tersebut, menggugat masalah
itu, kekhawatiran menyeretnya pada dinding kokoh. Betapa tidak. Jika
Walangsungsang diiizinkan untuk memiliki keyakinan yang berbeda,
bagaimana dengan masyarakat Pajajaran kelak.
Prabu Siliwangi berbalik. Menatap tajam pada Walangsungsang. Dengan satu
gerakan halus tapi sangat cepat dan terukur, kujang itu telah menempel
di leher putra mahkotanya.
"Jika pohon yang meranggas itu adalah kerajaan kita dan yang sedang
berteduh di bawahnya adalah ayahmu, Walangsungsang, apa kau juga tetap
akan menumbangkan pohon itu?" Bentak Prabu Siliwangi, dadanya turun naik
tak biasanya. Kemarahan sedang membakar hatinya. Walangsungsang
bergeming. Kelak, ia pun tak punya pilihan lain selain harus berhadapan
dengan ayahandanya sendiri, sekalipun tidak dimaksudkan untuk saling
menghinakan.
Itulah sepenggal kisah Prabu Siliwangi yang berseteru dengan putranya
Walangsungsang yang kelak mengubah sejarah peradaban di tanah sunda.
Kisah ini tertuang dalam novel sejarah yang berjudul Prabu Siliwangi, Bara di Balik Terkoyaknya Raja Digdaya
yang ditulis oleh E Rokajat Asura. Tentu saja saya mencuplik kisah ini
bukan untuk memberi pelajaran sejarah pada Anda, melainkan sebagai
ilustrasi tentang kondisi nyata yang seringkali tak terhindarkan dalam
sebuah organisasi, termasuk dalam dunia kerja. Yaitu fakta bahwa tidak
selamanya seorang pemimpin memiliki pandangan yang sama dengan orang
kepercayaannya. Bisa jadi orang yang sudah mengabdi lama, yang sudah
dibina dari yang semula bukan siapa-siapa menjadi pemimpin yang
menduduki posisi puncak pada akhirnya berdiri bersebrangan menjadi
kompetitor.
Dalam dunia kerja, perpecahan
seperti ini memang tidak serumit di sebuah kerajaan, namun tetap saja
peristiwa ini bisa membuat hubungan diantara kedua belah pihak menjadi
renggang bahkan tidak sedikit yang berujung di meja hijau. Lalu apa yang
harus dilakukan saat berhadapan dengan situasi seperti ini? Terlepas
dari siapa yang salah dan siapa yang benar, hadapilah dengan bijak dan
lakukan tindakan sesuai skala prioritas. Apakah tetap mempersoalkan
perbedaan pandangan itu habis-habisan? Atau fokus pada masa depan?
Termasuk masa depan perusahaandan merelakan peristiwa itu terjadi. Semua
yang sudah terjadi memang harus terjadi.
Dalam pandangan spiritual, semua yang sudah terjadi berarti sudah
diizinkan Tuhan itu terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah mengikhlaskan
kejadian itu dan meyakini bahwa pasti ada hikmah dan pelajaran di balik
semuanya. Demikian juga dengan perpecahan yang berawal dari perbedaan
keyakinan antara ayah dan anak di kerajaan Prabu Siliwangi. Sejarah
membuktikan, dengan perpecahan itu terbangunlah kota cirebon, bogor, jakarta dan kota-kota lainnya di Jawa Barat.
Termasuk penyebaran agama Islam yang diprakarsai oleh Sunan Gunung
Jati. Itu semua adalah takdir sejarah yang tak terbantahkan.