Oleh
Sigit Risat
Pembaca yang baik jiwanya, tulisan saya berikut ini akan diawali oleh
sebuah kisah nyata yang awalnya dituturkan oleh William M. Hendryx, dan
dimuat dalam buku yang disusun oleh David K. Hatch dengan judul
“Everyday Greatness.” Ini adalah cerita tentang kebaikan jiwa seorang
pejuang kemanusiaan yang tulus dan rendah hati.
Pada suatu hari, sambil berjalan kaki menuju ke kantornya di pusat kota
Philadelphia yang bersejarah, Michael Taub melihat seorang pengemis
lusuh di kursi roda, yang diparkir di bawah tenda sebuah bioskop tua.
Orang berperawakan tegap itu hanya punya satu kaki. Dia memegang sebuah
tanda dari kertas kardus bertuliskan "Veteran Vietnam."
Bukan menghindari kontak mata, seperti yang sering dilakukan banyak
orang, Taub malah menghampiri orang itu dan tersenyum. "Terima kasih
karena Anda telah ikut berperang," katanya, lalu menyisipkan kartu
namanya ke tangan orang itu. "Mampirlah ke kantorku. Mungkin aku bisa
membantu."
Beberapa pekan kemudian, veteran itu menggelindingkan kursi rodanya ke
dalam kantor pusat Proyek bantuan Tunawisma. Taub bekerja disitu sebagai
pengacara staf yang mengkhususkan diri dalam menangani tunjangan untuk
veteran tunawisma.
Berkat campur tangan Taub, sekarang Daniels (Pengemis lusuh berkursi
roda) tinggal di apartemen yang ada ruang bawah tanahnya yang mudah
dimasuki para penyandang cacat. Dia juga menerima tambahan $250 per
bulan sebagai tunjangan tanggungan bagi Robin anaknya yang tercatat
sebagai mahasiswa tingkat akhir di Edinboro University of Pennsylvania,
mengambil jurusan hukum pidana.
Kasus Veteran Vietnam tersebut adalah salah satu “karya” Michael Toub,
dari sekian banyak gelandangan yang sudah dia bantu untuk mendapatkan
haknya sebagai warga negara. Dengan mengesampingkan berbagai kasus
glamour yang menarik perhatian orang banyak, michael Toub lebih peduli
untuk menolong orang yang memerlukan bantuan – tanda yang jelas bahwa
dia memiliki keindahan jiwa. Dan dia melakukannya dengan rendah hati
tanpa gembar-gembor. Keindahan jiwanya itu juga bisa terlihat saat dia
meninggalkan pekerjaan di sebuah Firma Hukum ternama dengan penghasilan
besar demi untuk mengabdi pada sebuah yayasan yang memeberikan bantuan
bagi sesama yang membutuhkan keahliannya.
Tentu saja di sekitar Anda pun banyak orang-orang hebat seperti Michael
Toub yang melakukan sesuatu dengan tulus tanpa berharap balasan, mereka
melakukannya semata hanya untuk satu alasan, yaitu bermanfaat untuk
orang lain. Mungkin juga Anda sudah melakukan pelayanan seperti ini
jauh-jauh hari. Bersyukurlah kalau memang Anda sudah menyentuh hidup
orang-orang di sekitar Anda dengan kepedulian dan cinta kisah.
Adalah tidak salah kalau kita mengejar sukses dalam karier,
bisnis dan kehidupan pribadi. Bahkan memang harusnya demikian supaya
kita terus bergerak mewujudkan semua impian itu. Namun jika kita ingin
beranjak ke level kualitas hidup berikutnya, sudah saatnyalah kita mulai
berpikir untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan bukan hanya untuk
diri sendiri, melainkan juga menguntungkan untuk orang lain.Karena
seperti kita ketahui bersama, secara spiritual yang menguntungkan untuk
kita adalah bukan yang kita terima, melainkan yang kita berikan.
Tentu saja ini bukan berarti saya menyarankan Anda untuk berhenti
bekerja dan berhenti mengejar cita-cita, melainkan semacam ajakan
(termasuk ajakan pada diri saya sendiri) untuk mulai berhenti memenuhi
keinginan ego dan hawa nafsu saja, tetapi saatnyalah berpikir untuk
memenuhi keinginan orang-orang yang membutuhkan. Bahkan kalau kita
renungkan lebih jauh lagi, ketika kita memutuskan akan membantu orang
lain, sesungguhnya saat itu kita hanyalah bersedia untuk menjadi
perantara kebaikan Tuhan. Karena semua yang kita berikan sepenuhnya
adalah milik Tuhan. Ini penting untuk kita sadari supaya kita tidak
terjebak menjadi pejuang kemanusiaan yang sombong.